A.
MASYARAKAT MINAHASA
Menurut kepercayaan orang Minahasa tempo dulu, seorang
ibu hamil demi kelancaran persalinannya nanti, sesuai dengan petuah atau
nasihat berdasarkan adat istiadat setempat diharuskan menaati segala hal yang
bersifat pantangan (poso-poso/posan). Makanya, dalam menghadapi persalinan atau
sebelum bersalin, biasanya orang tua sang ibu hamil akan memanggil Tona’as
bersama dengan Biang Kampung (bidan) mengadakan upacara adat untuk mencegah
segala ancaman atau gangguan berupa ruh halus (welana) yang dipercaya dapat
mengganggu proses kehamilan.
Suatu hal yang sering diberi nasihat kepada suaminya,
diharuskan untuk menuruti apa yang diidamkan istrinya yang sedang hamil
(mangidang), karena kalau tidak akan berimplikasi terjadinya gangguan psikis
atau stress di mana hal ini akan mengganggu proses persalinan dan kesehatan si
ibu (rei wangun ka ‘setuama dei makiwe si ‘wewene pa’ar).
Demikian juga menjelang persalinan, selain memberi
petuah-petuah yang berkaitan dengan posan, Tona’as akan memerintahkan agar
semua barang (peti, lemari, pintu, jendela) dan ikatan-ikatan yang ada di dalam
lingkungan rumah dibuka agar proses kelahiran berjalan lancar dan mudah.
Salah satu kepercayaan orang Minahasa yang berupaya untuk
mencegah segala gangguan atau ancaman kesehatan tehadap ibu selama kehamilan,
persalinan maupun pascasalin. Dianjurkan kepada sang suami agar senantiasa
memperhatikan apa yang dihendaki istrinya yang lagi hamil sampai pascasalin.
B.
PASOOAN KEHAMILAN
Seorang ibu yang sedang hamil secara budaya, melalui
petunjuk atau nasehat orang tua atau bidan desa (Biyang-Kampung), agar menaati
segala hal yang tidak boleh dilakukan (pasooan).
Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak boleh berdiri di
depan pintu; tidak boleh berjalan sendirian di malam hari; tidak boleh duduk di
sudut meja, dan sebagainya.
Apabila pantangan ini dilanggar, sang ibu akan mengalami
kesulitan selama masa kehamilan, terlebih pada saat melahirkan bayi yang
dikandungnya
C.
PASOOAN PASCA SALIN
Pada pasca salin, demi kesehatan dan keselamatan sang
ibu, secara budaya diwajibkan untuk menaati kebiasaan atau tradisi, antara
satu-dua minggu pascasalin. Selama masa pascasalin sang ibu diwajibkan
melakukan upacara mandi ramuan tradisional yang disebut bakera.
D.
TRADISI BAKERA
Proses
pelaksanaan bakera biasanya ditangani langsung oleh bidan desa yang menolong
ibu sewaktu melahirkan bayinya
1.
BAHAN-BAHAN RAMUAN TRADISI BAKERA
1)
Daun-daunan (wiwi, kales merah dan
putih, balacae).
2)
Akar-akaran (sese’mbanua, goraka,
karimenga, kunere).
3)
Kayu-kayuan (kayu lawang, kayu
cengkeh).
4)
Buah-buahan (jeruk, cengkeh).
2.
MEKANISME PELAKSANAAN TRADISI
BAKERA
1)
Semua bahan-bahan ramuan
diiris-iris sampai halus, semuanya dimasukkan ke dalam pan besar (kure wangko),
kemudian dimasak atau direbus di atas 3 buah batu sampai mendidih;
2)
Setelah air mendidih, ramuan
diaduk-aduk, selanjutnya didinginkan. Sementara itu, ketiga batu sebagai tempat
memasak dibakar terus sampai merah;
3)
Selanjutnya, setelah dirasakan air
dan bahan-bahan yang direbus sudah dingin, si ibu didudukan pakai kursi yang
diletakkan sedemikian rupa di atas ke tiga batu yang sudah memerah/panas.
Kemudian disiramlah air yang sudah dingin itu ke permukaan batu-batu tersebut.
Ketika terjadi penguapan, si ibu segera menghirup uap air sampai dirasakan
keseluruhan tubuhnya berkeringat.
Apabila masih ada sisa air raramuan
tersebut, dimanfaatkan untuk membersihkan dan mendinginkan tubuh si ibu
3. MAKNA TRADISI BAKERA
Makna tradisi bakera ini, berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, dan nilai bahwa ibu yang baru melahirkan, dianggap mengalami
pendarahan secara simbolik dianalogikan banyak mengeluarkan unsur panas dari
dalam tubuh si ibu. Sebagai konsekuensinya perlu dikembalikan unsur panas itu
ke dalam tubuh si ibu melalui upacara bakera tersebut; sekaligus untuk
membersihkan kondisi tubuh si ibu agar sehat dan kuat merawat sang bayi yang
dilahirkan. Kecuali itu, untuk mencegah timbulnya penyakit yang paling ditakuti
oleh
ibu-ibu baru melahirkan, adalah penyakit ‘bantahang’
(darah putih naik di kepala), secara bio-budaya si ibu bisa mengalami gangguan
jiwa atau risiko kematian/meninggal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar