Kamis, 28 Maret 2013

budaya pesalinan lawesi utara



A.     MASYARAKAT MINAHASA
Menurut kepercayaan orang Minahasa tempo dulu, seorang ibu hamil demi kelancaran persalinannya nanti, sesuai dengan petuah atau nasihat berdasarkan adat istiadat setempat diharuskan menaati segala hal yang bersifat pantangan (poso-poso/posan). Makanya, dalam menghadapi persalinan atau sebelum bersalin, biasanya orang tua sang ibu hamil akan memanggil Tona’as bersama dengan Biang Kampung (bidan) mengadakan upacara adat untuk mencegah segala ancaman atau gangguan berupa ruh halus (welana) yang dipercaya dapat mengganggu proses kehamilan.
Suatu hal yang sering diberi nasihat kepada suaminya, diharuskan untuk menuruti apa yang diidamkan istrinya yang sedang hamil (mangidang), karena kalau tidak akan berimplikasi terjadinya gangguan psikis atau stress di mana hal ini akan mengganggu proses persalinan dan kesehatan si ibu (rei wangun ka ‘setuama dei makiwe si ‘wewene pa’ar).
Demikian juga menjelang persalinan, selain memberi petuah-petuah yang berkaitan dengan posan, Tona’as akan memerintahkan agar semua barang (peti, lemari, pintu, jendela) dan ikatan-ikatan yang ada di dalam lingkungan rumah dibuka agar proses kelahiran berjalan lancar dan mudah.
Salah satu kepercayaan orang Minahasa yang berupaya untuk mencegah segala gangguan atau ancaman kesehatan tehadap ibu selama kehamilan, persalinan maupun pascasalin. Dianjurkan kepada sang suami agar senantiasa memperhatikan apa yang dihendaki istrinya yang lagi hamil sampai pascasalin.
B.     PASOOAN KEHAMILAN
Seorang ibu yang sedang hamil secara budaya, melalui petunjuk atau nasehat orang tua atau bidan desa (Biyang-Kampung), agar menaati segala hal yang tidak boleh dilakukan (pasooan).
Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak boleh berdiri di depan pintu; tidak boleh berjalan sendirian di malam hari; tidak boleh duduk di sudut meja, dan sebagainya.
Apabila pantangan ini dilanggar, sang ibu akan mengalami kesulitan selama masa kehamilan, terlebih pada saat melahirkan bayi yang dikandungnya
C.     PASOOAN PASCA SALIN
Pada pasca salin, demi kesehatan dan keselamatan sang ibu, secara budaya diwajibkan untuk menaati kebiasaan atau tradisi, antara satu-dua minggu pascasalin. Selama masa pascasalin sang ibu diwajibkan melakukan upacara mandi ramuan tradisional yang disebut bakera.
D.     TRADISI BAKERA
Proses pelaksanaan bakera biasanya ditangani langsung oleh bidan desa yang menolong ibu sewaktu melahirkan bayinya
1.      BAHAN-BAHAN RAMUAN TRADISI BAKERA
1)      Daun-daunan (wiwi, kales merah dan putih, balacae).
2)      Akar-akaran (sese’mbanua, goraka, karimenga, kunere).
3)      Kayu-kayuan (kayu lawang, kayu cengkeh).
4)      Buah-buahan (jeruk, cengkeh).
2.      MEKANISME PELAKSANAAN TRADISI BAKERA
1)      Semua bahan-bahan ramuan diiris-iris sampai halus, semuanya dimasukkan ke dalam pan besar (kure wangko), kemudian dimasak atau direbus di atas 3 buah batu sampai mendidih;
2)      Setelah air mendidih, ramuan diaduk-aduk, selanjutnya didinginkan. Sementara itu, ketiga batu sebagai tempat memasak dibakar terus sampai merah;
3)      Selanjutnya, setelah dirasakan air dan bahan-bahan yang direbus sudah dingin, si ibu didudukan pakai kursi yang diletakkan sedemikian rupa di atas ke tiga batu yang sudah memerah/panas. Kemudian disiramlah air yang sudah dingin itu ke permukaan batu-batu tersebut. Ketika terjadi penguapan, si ibu segera menghirup uap air sampai dirasakan keseluruhan tubuhnya  berkeringat. Apabila masih ada sisa air  raramuan tersebut, dimanfaatkan untuk membersihkan dan mendinginkan tubuh si ibu
3.      MAKNA TRADISI BAKERA
Makna tradisi bakera ini, berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, dan nilai bahwa ibu yang baru melahirkan, dianggap mengalami pendarahan secara simbolik dianalogikan banyak mengeluarkan unsur panas dari dalam tubuh si ibu. Sebagai konsekuensinya perlu dikembalikan unsur panas itu ke dalam tubuh si ibu melalui upacara bakera tersebut; sekaligus untuk membersihkan kondisi tubuh si ibu agar sehat dan kuat merawat sang bayi yang dilahirkan. Kecuali itu, untuk mencegah timbulnya penyakit yang paling ditakuti oleh
ibu-ibu baru melahirkan, adalah penyakit ‘bantahang’ (darah putih naik di kepala), secara bio-budaya si ibu bisa mengalami gangguan jiwa atau risiko kematian/meninggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar